PATOFISIOLOGI ASMA
Definisi
Asma
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
Menurut
Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai
oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma
adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai
dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan
dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
Samsuridjal
dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit
peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda
peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma
merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai
dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996).
Menurut
Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari
sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan
gejala bronkospasme yang reversibel.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma
timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen
yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian
oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui
penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel
B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan
membentuk IgE.
IgE
yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel
eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE
tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah
menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau
baru menjadi rentan
Bila
orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel
yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar
cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma
yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic
Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi
oleh histamin.
Hiperreaktifitas
bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila
terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam
dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini
telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh
inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma
bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas
berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya
hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang
menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara
klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara
patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik
sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus
pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran
nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma
bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada
cabang-cabang bronkhus
.Akibat
dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan
batuk yang produktif.
Adanya
stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan
stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam
darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A
(IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang
menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma
non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran
nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan
jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf
otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta
dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas
adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor
adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam
membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga
messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel
menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi
otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit /
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini
dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
Pernafasan
(respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
(Lorraine M.wilson,1995).
Secara
garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi
yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus
segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona
respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan
berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan
Syaifuddin,1997).
Saluran
pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut
disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang
bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh
lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa.
Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan
terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air
untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang
disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya
dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas
debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai
100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
Asna dutabdau dengan mengi (wheezing), batuk
dan rasa sesak di dada berjala atau kronis, sebagai akibat adanya
bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan
meskipun telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih
belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada asma : sumbatan jalan
napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta hiperrespins
jalan napas etrhadap berbagai rangsang. Adanya kaitan dengan alergi
telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma seringkali meningkat. Protein
yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak
epitel saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan
sel mast melepaskan leukotrien yang menyebebakan bronkokonstriksi.
Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin
ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu
bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat larut malam dan dini hari,
karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu merupakan periode
konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara dingin dan
latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga
memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat
sintesis atau kerja leukotrien. Rseptpr adrenergik-b memperantarai bronkodilatasi, dan pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik-b merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat muskarinik
kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat tambahan lain
yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan produk
sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi.
Udara
mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah
selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua
buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).
Laring
merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung
pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah
saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan
laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring
dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke
esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka
laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan
sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W,
1995).
Trakea
dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk
seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar
2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh
jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia
ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama
udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).
Bronkus
merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana
trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina.
Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek
, lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan
lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua
cabang,(Syaifuddin,1997).
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1
mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh
saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini
disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini
mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet
dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh
nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995).
Setelah
bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus
respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang
merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
Secara
garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran
gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses
yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar
masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen
sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang
tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini
menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif
terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama
tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan
atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan
udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan
tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat
1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir
keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995).
Proses
kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler
melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir
dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah
tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang
lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida
darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida
dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John
Gibson,1995).
Proses
ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan
melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara
kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan
karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium
bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah.
Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1
ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah
teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke
cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar
dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan
oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing.
Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam
cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih
besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari
cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).
Fungsi
sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal
berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2
jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH
darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang
diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh
paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).
Patofisiologi
Suatu
serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk
kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).
Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan
ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE
yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada
seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk
Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan
pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic
chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini
akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot
polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan
menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa
dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan
etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan
reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat
diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara
dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter,
nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih ,
ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997
dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan
asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk
ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada
stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua
ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang
diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah,
dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai
hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak
ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan
tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
(1) Alergen
Alergen
adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
(2) Infeksi saluran nafas
Infeksi
saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale.
Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
(3) Tekanan jiwa
Tekanan
jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma,
karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan
asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
(4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian
penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma
karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
(5) Obat-obatan
Beberapa
pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6) Polusi udara
Pasien asthma sangat
peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang
tajam.
(7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
Dampak yang Ditimbulkan Oleh Asthma Bronkiale
Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale adalah :
Sistem Pernafasan
- Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi
2. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
a. Pernafasan cuping hidung.
b. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
c. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
d. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
Sistem Kardiovaskuler
1. Takikardia
2. Tensi meningkat
3. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi).
4. Sianosis
5. Diaforesis
6. Dehidrasi
Psikologis
- Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah.
- Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
- Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.
Sosial
- Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.
- Gangguan berkomunikasi
- Inappropiate dress
- Hostility toward others
Hematologi
- Eosinofil meningkat > 250 / mm3
- Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain.
- Penurunan Immunoglobulin A (IgA)
Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan
ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien
perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi
dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk
aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini
adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika
agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin
bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24
jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar